Berhenti Percaya Diri, Percayalah Kuasa TuhanMu!
BAHAN
KHOTBAH IBADAH HARI MINGGU
29
JUNI 2025
YEREMIA
1 : 1 – 8
Pada zaman Alkitab, nabi
adalah salah satu jabatan yang umum dikenal oleh masyarakat kuno. Tiap-tiap
kerajaan pada zaman dahulu kala memiliki nabi-nabi yang mampu melihat
peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa depan. Dalam konteks masyarakat Israel
Kuno, nabi adalah sosok yang dianggap sebagai utusan Tuhan. Ia disebut sebagai
utusan Tuhan karena ia mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Seorang nabi Israel
akan mendapatkan tugas langsung dari Tuhan yaitu menyampaikan perkataan Tuhan
kepada umat-Nya yaitu orang-orang Israel. Nabi-nabi Israel Kuno dalam Alkitab
Perjanjian Lama tidak pernah berkelompok. Mereka selalu bekerja sendirian.
Mereka menyampaikan perkataan-perkataan Tuhan yang biasanya berhubungan dengan
hukuman atau keselamatan yang akan datang dari Tuhan. Hukuman atau keselamatan
Tuhan itu bergantung dari kesetiaan umat Tuhan kepada Tuhan.
Berbeda dengan zaman Alkitab, saat ini jabatan nabi
dapat dikatakan sudah punah. Itu karena Nabi-Nabi dalam Perjanjian Lama adalah
orang-orang yang diutus untuk berbicara untuk suatu bangsa. Dalam konteks
keberagaman saat ini, kita sulit untuk mengatakan adanya nabi karena
kepercayaan yang berbeda-beda dalam satu bangsa. Sedangkan pada masa Alkitab,
satu bangsa selalu dihubungkan dengan satu kepercayaan. Tidak adanya nabi pada
masa modern tidak berarti bahwa Tuhan tidak lagi memanggil dan mengutus orang-orang
untuk menyampaikan kebenaran dalam kehidupan umat manusia. Tuhan tetap bekerja
dan berkarya melalui orang-orang pilihan-Nya untuk menyadarkan umat manusia
akan kebenaran. Pertanyaan sederhana yang seringkali menjadi pertanyaan adalah
bagaimana kita mengetahui bahwa Tuhan memilih seseorang? Bagaimana kita
mengetahui bahwa Tuhan memilih kita untuk melakukan misi Allah di dalam dunia
ini?
Jawaban dari pertanyaan di atas dapat kita temukan
dengan mencermati pembacaan Alkitab kita pada pagi hari ini. Yeremia 1 : 1 – 8
adalah potongan dari kisah panggilan dan pengutusan Yeremia sebagai seorang
nabi. Kita akan belajar mengenai proses panggilan dan pengutusan Yeremia dengan
cara membagi pembacaan Alkitab kita ke dalam dua bagian. Bagian pertama adalah
Yeremia 1 : 1 – 3. Bagian kedua adalah Yeremia 1 : 4 – 8.
Bagian pertama yaitu Yeremia 1 : 1 – 3 adalah
pengantar dari kisah panggilan dan pengutusan Yeremia. Sebagaimana suatu kisah
atau narasi, bagian pengantar ini memberikan kita informasi tentang identitas
dan konteks dari Yeremia. Ia adalah keturunan imam di Kota Anatot yang berada
di Yehuda atau Israel Selatan dengan ibukota Yerusalem. Yeremia bertugas
sebagai nabi selama masa Raja Yoyakim dan Raja Zedekia bertugas memimpin
Yehuda. Pengantar ini juga memberikan informasi lebih jauh lagi bahwa Yeremia
menjadi nabi sampai Yehuda atau Israel Selatan mengalami pembuangan (Lih. Ay.
3). Itu berarti Yeremia melihat dan merasakan kepahitan dari bangsanya saat
kehancuran melanda mereka.
Bagian kedua yaitu Yeremia 1 : 4 – 8 adalah percakapan
antara Tuhan dan Yeremia. Dalam ayat 4 – 5, Kita dapat membaca bahwa Yeremia
merasakan kehadiran Tuhan melalui Firman Tuhan. Dalam Perjanjian Baru, Firman
Tuhan yang hidup dan menjadi daging disebut sebagai Yesus Kristus. Firman Tuhan
dan Tuhan adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Firman Tuhan menghampiri
Yeremia dan memulai percakapan dengan menggunakan kata-kata dalam Bahasa Ibrani
etzarecha yaitu aku membentuk, yedaticha yaitu aku
telah mengenal, hikdasticha yaitu aku telah menguduskan, dan netaticha
yaitu aku telah menetapkan. Kata-kata ini mempunyai arti yang dalam bagi
seorang Yeremia. Tuhan membentuk berarti tangan Tuhanlah yang membuat
Yeremia sebagaimana Tuhan membentuk manusia dari tanah, demikian juga Yeremia. Tuhan
mengenal berarti Tuhan mengetahui hati dan pikiran Yeremia. Ia membaca
Yeremia seperti buku yang terbuka. Tidak ada yang tersembunyi di hadapan Tuhan.
Tuhan menguduskan berarti Tuhan mengkhususkan Yeremia dari awal mula.
Kita tahu bahwa Yeremia lahir dari kalangan imam. Itu menunjukkan kekhususan
dari Yeremia yaitu ia telah mendapatkan pendidikan dan pengetahuan tentang
Tuhan dari masih kanak-kanak. Semua itu sudah Tuhan perhitungkan. Tuhan
menetapkan artinya jalan hidup Yeremia sesungguhnya sudah ditentukan oleh
Tuhan. Ia sudah memilihkan bagi Yeremia. Namun, pilihan yang Tuhan tetapkan itu
bukanlah suatu paksaan. Tuhan selalu memberikan kesempatan bagi manusia untuk
memilih. Kita bisa mengingat cerita Nabi Yunus yang membelot dari panggilan dan
pengutusannya sebagai nabi. Kehendak bebas yang ada pada manusia selalu dihargai
oleh Tuhan. Manusia tetap mempunyai pilihan-pilihan dalam hidupnya.
Melalui Firman Tuhan, Tuhan memperlihatkan kepada
Yeremia bahwa Tuhan sudah lebih dahulu mengetahui segala sesuatu tentang
Yeremia. Tuhan sudah memegang Yeremia dalam genggaman tangan-Nya, bahkan saat
Yeremia masih dalam kandungan ibunya. Kata-kata ini sangat dalam karena Tuhan
menunjukkan kepada Yeremia ada kedekatan yang intim antara Tuhan dan
Yeremia. Keintiman itu tidak terjadi karena usaha Yeremia, tetapi karena Tuhan
memberi diri melalui Firman Tuhan kepada Yeremia. Sekarang yang menjadi
pertanyaan adalah apakah Yeremia menerima atau menolak Firman Tuhan yang datang
padanya?
Dalam ayat 6 – 8, Yeremia tidak menolak atau menerima
Firman Tuhan yang datang kepadanya. Yeremia menunjukkan kepada Tuhan bahwa ia
tidak layak di hadapan Tuhan. Yeremia datang dari keturunan imam. Kita bisa
membayangkan bahwa sebagai keturunan imam, Yeremia banyak bertemu dengan para
imam yang kemampuannya di atas Yeremia. Bahkan, kita dapat mengatakan bahwa
sebagai seorang yang masih muda dan masih perlu belajar banyak, Yeremia merasa
tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Ia memiliki kekhawatiran akan
kemampuan komunikasinya tidak cukup baik untuk menjadi utusan Tuhan. Namun,
Tuhan menjawab dengan perkataan dalam Bahasa Ibrani tomar naar yang
artinya jangan katakan aku ini muda. Perkataan Tuhan ini sesungguhnya
ingin menegur Yeremia. Dengan mengatakan bahwa Yeremia masih muda, ia
seolah-olah meragukan penilaian Tuhan. Dengan mengatakan bahwa ia tidak pandai
bicara, ia seolah-olah sedang memperlihatkan bahwa Tuhan salah memilih orang. Dalam
Keluaran 4 : 10 – 17, kita dapat melihat bahwa Musa juga memiliki pemikiran
yang mirip dengan Yeremia. Musa juga merasa tidak percaya dengan dirinya
sendiri. Jawaban Tuhan kepada Musa tidak jauh berbeda dengan jawaban Tuhan
untuk Yeremia. Tuhan tidak pernah salah memilih orang. Tuhan juga yang akan
memampukan utusan-Nya untuk dapat berbicara menyampaikan Firman-Nya kepada
umat-Nya. Yeremia dan Musa sama-sama tidak merasa percaya diri dengan
kemampuan mereka sebagai utusan Tuhan, namun tidak merasa percaya diri di sini
adalah keunggulan karena itu berarti mereka memiliki kerendahan hati. Kerendahan
hati itu yang akan membuat mereka tidak percaya pada diri mereka, melainkan
sepenuhnya berserah dan percaya penuh pada penyertaan Tuhan. Dalam ayat 8, kita
lihat bahwa Tuhan menjanjikan kepada Yeremia bahwa Ia akan selalu menyertai
Yeremia kemana pun ia pergi dan di mana pun ia berada.
Dari penjelasan tentang pembacaan Alkitab kita pagi
hari ini, ada dua hal yang menjadi pelajaran bagi kita. Pelajaran pertama,
Tuhan telah membentuk, mengenal, mengudukan, dan menetapkan jalan hidup
tiap-tiap orang, tetapi pilihan untuk berjalan di jalan yang Tuhan tetapkan ada
pada pilihan manusia itu sendiri. Bukan hanya Yeremia, tetapi perkataan ini
berlaku untuk kita semua. Saat kita hadir di dalam dunia ini sebagai bayi, maka
seringkali dikatakan bahwa bayi itu belum berdosa. Perkataan itu benar karena
saat seseorang masih bayi, ia masih berada dalam kepolosan dan kesucian dari
Tuhan. Namun, seiring perjalanan waktu bayi itu bertumbuh dewasa dan dihadapkan
dengan berbagai pilihan yang menentukan apakah dirinya menerima ketetapan Tuhan
atau tidak. Seringkali yang terjadi adalah orang-orang baru berpikir tentang
Tuhan saat usia sudah tua atau saat kematian sudah terasa semakin dekat. Ini
adalah cara berpikir yang sesat. Panggilan dan pengutusan Tuhan itu tidak dapat
diukur dari usia atau dari pintar atau tidaknya seseorang. Sedari muda bahkan
sekarang juga, kita masih punya kesempatan untuk mengarahkan hidup kita sesuai
jalan yang sudah Tuhan tentukan. Tuhan memanggil dan mengutus kita tetapi
pilihan untuk menerima panggilan dan pengutusan Tuhan selalu ada di tangan
kita. Tuhan bukanlah sosok yang memaksakan kehendak-Nya, tetapi Tuhan selalu
berupaya menunjukkan jalan yang lebih baik bagi kita. Pelajaran kedua,
jangan percaya diri tetapi percaya kepada Tuhan sepenuhnya. Dalam dunia
modern, slogan untuk percaya diri selalu ditekankan baik melalui iklan-iklan di
TV atau juga melalui pendidikan-pendidikan di sekolah. Percaya diri
sesungguhnya membawa kita pada kesesatan berpikir. Itu karena akar dari dosa
adalah hasrat-hasrat yang ada di dalam diri manusia yang tidak terbatas. Hasrat
untuk menjadi kaya raya yang berujung pada menghalalkan segala cara untuk bisa
kaya. Hasrat untuk menjadi terkenal yang berujung pada menciptakan berbagai
kebohongan dalam sosial media dengan berbagai aplikasi-aplikasi yang menunjukkan
bahwa diri kita begitu baik. ada banyak lagi hasrat-hasrat di dalam diri
manusia yang sesungguhnya membawa manusia pada kehancuran. Jika semua
masalah yang ada pada manusia datang dari dalam dirinya sendiri, maka jalan
keluar dari masalah itu jelas bukanlah percaya pada dirinya sendiri. Jalan
keluar yang tepat adalah percaya pada sesuatu atau sosok yang bukan berasal
dari dalam diri manusia. Sosok yang membawa manusia kembali pada nilai-nilai
kebenaran dan kebaikan. Sosok yang mempunyai kuasa untuk menjaga dan memelihara
kehidupan manusia. Sosok yang tidak pernah berhenti mencintai dan memeluk
manusia, sekalipun manusia itu penuh dengan kekurangan dan kelemahan. Sosok itu
adalah Tuhan yang selalu menunjukkan kasih kepada manusia. Tuhan yang
mengorbakan diri-Nya demi penebusan dosa manusia dalam diri Yesus Kristus.
Tuhan yang selalu berupaya menghibur dan menguatkan manusia melalui Roh Kudus.
Marilah kita berhenti untuk percaya pada diri sendiri dan mulai untuk percaya
kepada kuasa Tuhan dalam kehidupan kita. Segala usaha kita mungkin menemui
kegagalan dan penolakan, tetapi saat kita percaya pada kuasa Tuhan, maka kekuatan
dan kebijaksanaan Tuhan akan selalu menopang kita untuk terus berusaha dalam
hidup kita. Tuhan Yesus memberkati kita.
Daftar
Pustaka
Bright,
John. The Anchor Bible : Jeremiah, A New Translation With Introduction and
Commentary. New York : Doubleday & Company, 1965.
Fretheim,
Terence E. Smyth & Helwys Bible Commentary : Jeremiah. Macon : Smyth
& Helwys Publishing, 2002.
Comments
Post a Comment